Catatan HWM (Happy Working Mom) kali ini adalah antara nasabah dan Asisten Rumah Tangga (ART), dilemanya bankers yang berstatus emak-emak, seperti saya.
Soalnya di grup chat teman-teman kantor, pembahasan ART bisa masuk trending topic, bersaing dengan bahasan urusan anak, dibanding topik soal kerjaan kantor, arisan, dan hal-hal lainnya 😀
Sebetulnya bagi kami emak-emak bankers, antara nasabah dan Asisten Rumah Tangga ada kesamaannya dan perlakuan ke mereka kebanyakan sih sebelas dua belas alias hampir mirip.
Service excellence is a must.
Kalau ke nasabah sudah bisa dipahamilah ya kenapa harus diberi service excellent. Nah bagaimana kalau ke ART? Berdasarkan pengalaman, ke ART juga kudu sering-sering di servis lho kalo ingin dia loyal sama kita. Bukan cuma sekedar kita perlakukan mereka seperti keluarga sendiri, tapi sekali-sekali kita jajanin (persis treatment ke nasabah kaan,,) belikan sesuatu misal baju, atau makanan.
Kalau saya pribadi, mengingat persoalan ART juga berkaitan dengan produktivitas di kantor (iyaa..soalnya kalo ART-nya bisa dipercaya mengurus anak, kerjanya bagus, di kantor saya bisa kerja dengan tenang dan damai) dan mempertimbangkan bahwa saya udah beberapa kali ganti ART, mau ngga mau harus punya strategi me-manage ART ini. Well..mirip-miriplah dgn strategi me-maintain nasabah prioritas biar ngga pindah ke bank kompetitor 😀
Berdasarkan pengalaman pribadi bertahun-tahun dengan ART, akhirnya saya nemu ‘rumus'(ya apalah itu istilahnya ya) treatment ART biar awet kerja sama kita.
Tips Maintain ART ala saya :
1. Berikan gaji yang layak, sesuai beban kerja, dan yang paling krusial adalah: ngga jomplang dengan gaji ART sekompleks.
Inget, ART juga bergaul.. kalo pas temenin anak main di taman, pasti sempat ngobrol dengan rekan sesama ART. Sesekali mungkin mereka sambil benchmarking soal kerjaan di rumah tempat bekerja masing-masing, perilaku majikan sampai soal gaji. Kalopun ngga ketemuan langsung, pasti lewat HP ngobrolnya. Jadi.. mau ngga mau saat nego gaji dengan ART pastikan kita update gaji mbak di kanan kiri depan belakang rumah kita berapa.
Pernah kejadian dulu waktu masih tinggal di kompleks perumahan serpong, ART saya membandingkan gajinya dgn baby sitter sebelah rumah. Gajinya hampir 2x gaji dia. Yaa..emang ngga bs sama persis, mbak sebelah diambil dari yayasan dan berpengalaman. Sementara mbak saya waktu itu dari daerah dan belum pernah bekerja di rumah tangga sama sekali. Sebelumya sehari-hari dia adalah dagang sayuran di pasar. Jadi setiap hal tentang mengurus anak dan pekerjaan rumah masih harus diinstruksikan. Untung si mbak-nya jujur mengutarakan soal itu ke saya dan suami, jadi kita bisa menjelaskan secara baik-baik dan jujur kenapa dia digaji sekian-sekian. Dan alhamdulillah si mbak akhirnya paham. Oya, akhirnya si mbak ini resign karena menikah lagi dan ikut suaminya di luar pulau.
2. Perlakuan yang setara
Maksudnya, saya tidak membedakan makanan buat dia dengan kami, termasuk peralatan makannya. Makan bareng semeja juga kadang kami tawari. Intinya perlakukan seperti keluarga, supaya dia merasa feels like home dan betah.
Sesekali saya belikan jajanan juga.Misalnya anak-anak lagi pengen es krim, saya beli juga buat dia. Atau pas lagi beli baju buat anak-anak, saya juga belikan buat anaknya di kampung. Jangan merasa rugi saat keluar dana ekstra buat treatment ke ART, karena anak-anak kita full seharian bersama dia. So, bikin dia senyaman mungkin supaya ke anak-anak kita juga dia bisa lebih care.
3. Peduli dengan dia dan Keluarganya
Sesekali kalau lagi di rumah, sempatkan ngobrol-ngobrol santai dengan ART. Tanyakan kebutuhannya apa, misal kehabisan shampo, atau pembalut,dst. (Oiya, kalau saya seluruh kebutuhan harian ART sudah saya cover misal sabun,shampo,lotion, dan kadang2 saya ‘traktir’kosmetik kayak lipstik). Kadang kalo lihat handuknya udah ngga bagus, ya saya belikan handuk baru. Harganya ngga seberapa tapi sumringah dan ucapan terima kasihnya luar biasa…bikin kita juga ikut hepi.
Tanyakan juga keadaan keluarganya: orang tuanya, suami anaknya, dan adik atau kakaknya. Sekaligus buat database kita juga siy…
4. Berikan waktu istirahat yang cukup.
Kalau saya biasanya malam sepulang dari kantor, si mbak saya bebaskan dari kerjaan rumah. Urusan anak-anak saya ambil alih semuanya. Mbak saya kadang jam 8 malam sudah ijin mau tidur, silakan aja karena toh memang dia rajin bangun subuh. Jam 4 sudah bak bik buk di dapur. Lagian, kalau tidurnya cukup, seharian punya energi ekstra buat menjaga anak-anak (yang seringnya pada ngga mau tidur siang T_T).
5. Kasih kesempatan refreshing
ART juga manusia yang pengen shopping atau jalan-jalan bareng teman-temannya. Apalagi kalau dapat mbak-mbak yang masih muda. Biasanya di minggu pagi saya ijinkan dia keluar sama temannya entah sekedar ke pasar atau kemana..tapi memang hanya setengah hari dan si mbak juga tahu waktu. Tidak setiap minggu juga dia minta ijin keluar rumah. Biasanya sih hanya saat habis gajjan.
6. Kesempatan pulang
Soal ini sebetulnya awal-awal saya dan suami agak dilema. Galau kalau ngasih ijin si mbak mudik ke kampungnya. Pengalaman saya dan beberapa teman, kadang mereka ngga balik-balik lagi. Wassalam deh kalo udah kayak gitu. Dulu pas punya anak pertama dan lagi liburan ke bali, si mbak dipulangkan ke kampungnya dulu karna dia takut naik pesawat jadi ngga bisa diajak. Lagi asik-asik liburan, tau-tau ada sms masuk dari si mbak yg pamitan. Rasanya saat itu beeuh… udah kayak nano nano.. liburan udah ngga dinikmatin karena begitu nyampe rumah, masa cuti habis, anak mau dititipkan ke siapa? Nambah cuti juga ngga akan bisa lama-lama, mana nyari pengganti juga ngga sehari dua hari datangnya.
Cumaa… akhirnya saya dan suami pelan-pelan nemu celah gimana caranya supaya pas mudik, mereka masih mau kembali lagi.
Salah satunya diongkosi. Jadi biarpun mereka pulang atas kemauan sendiri, ya tetap kasi ongkos PP buat balik ke rumah kita lagi. Biasanya itu saya janjiin sebelum mereka pulang: “nanti ongkos PP-nya Ibu ganti mba pas udah balik”. Jadi semacam ngasih iming-iming. Dan saat pulang ke rumah, saya titip oleh-oleh buat keluarganya dan anak-anaknya mulai dari makanan, baju baru dan baju/mainan bekas anak yang masih layak. Intinya sih biar dia tahu bahwa kita care sama dia dan memperlakukan dia dengan kasih sayang.
Bargaining Power
Percaya ngga percaya, ART juga punya bargaining power sama seperti nasabah prioritas. Suatu saat ART minta naik gaji, kita ngga bisa serta merta menolak. Butuh diskusi dan pembahasan yang serius, persiiis sama kayak nasabah yang minta nego bunga deposito dinaikkan. Salah-salah jawab atau salah treatment, ART bisa minta resign tapi dengan alasan yang dibuat-buat misalnya: harus berhenti karena disuruh ortunya, atau dilarang suaminya atau mau nyari kerjaan lain. kalo udah seperti ini bisa jadi posisi tawar ART berada di atas dan kita pun harus siap-siap mengalah.
Suatu waktu, posisi tawar ART bisa lebih di atas nasabah lho.. alias bakal lebih didahulukan daripada nasabah. Maksudnya kalau ada kondisi yang mengharuskan kita memprioritaskan salah satunya antara si mbak atau nasabah, ART bisa menang. Coba saja misalnya ART sakit di saat yang sama kita ada jadwal ketemuan dengan nasabah, bisa dipastikan kita working mom akan memutuskan mengutamakan si mbak dulu dengan buru-buru pulang ke rumah dan membatalkan janji meeting dengan nasabah. Iyalah…. soalnya anak-anak gimana nasibnya di rumah kalau si mbak sakit dan harus istirahat tiduran seharian. *ini pengalaman pribadi soalnya 😀
Yah..begitulah kira-kira pengalaman saya. Kalau ada ibu-ibu kayak saya yang punya pengalaman lain tentang cara maintenance ART-nya biar loyal, bagi-bagi di sini yak 😀
.
.
picture credit:
*http://life-in-saudiarabia.blogspot.co.id/2014/11/factors-to-consider-when-selecting.html
*http://www.c3centricity.com/blog/top-10-posts-on-customer-service-excellence-for-marketing/